Kamis, Desember 10, 2009

Makin Banyak Makin Lemot...

SKS (Satuan Kredit Semester) adalah nominal yang biasa digunakan untuk menyatakan besarnya suatu mata kuliah. Besarnya SKS ini termasuk juga berapa jam mata kuliah tersebut nantinya disampaikan serta bobot yang nantinya dipergunakan untuk menghitung Indeks Prestasi. Satu SKS dalam perkuliahan berarti satu jam (biasanya 50 menit) bertatap muka dengan dosen, satu jam untuk responsi, dan satu jam untuk mengerjakan tugas mandiri. Sehingga, mata kuliah ber-SKS tiga misalnya, membutuhkan tiga kali satu jam bertatap muka dengan dosen di kelas, tiga jam untuk responsi, dan seterusnya..

Permasalahannya sekarang begini, satu jam saja duduk di kelas mungkin saja bukan hal yang menyenangkan bagi sebagian orang. Orang-orang ini biasanya pekerja lapangan, suka pekerjaan riset nan menantang. Mereka jelas tidak bisa menerima jam lapangan mereka terabaikan gara-gara harus duduk di kelas sampai pantat dan otak panas. Namun ada juga yang ok..ok.. saja. Sebagian orang yang senang ini biasanya mengisinya dengan berbagai ceritera terpisah dari alur penyampaian dosen. Yang cuek biasanya tertidur, main sms, dst… Nah, sekarang bagaimana ceritanya kalau Mahasiswa diberi bobot SKS melebihi standar kemampuan? Bisa jadi tambah pintar namun tidak sedikit yang tambah lemot dan malah membangunkan jiwa pemberontaknya. Lucunya, alasan menambah SKS ini biasanya diiming-imingi dengan teorema lulus cepat. Tidak sedikit yang tertarik, bahkan tertipu.

Secara Ideal, mahasiswa seharusnya sudah diberi kebebasan untuk menentukan sebanyak apa ia ingin mempelajari suatu bidang. Sehingga, bukan langkah yang bijaksana mendikte mahasiswa untuk terus-menerus di kampus sepanjang hari dengan sebab beban SKS yang berlebih. Pasalnya menambah tiga SKS mata kuliah saja terkadang membutuhkan waktu sekitar empat jam pelajaran! Itupun belum mata kuliah yang lain-lain. Bisa jadi dari pagi sampai sore di kelas terus-terusan. Memang mahasiswa tugasnya hanya di kampus? kan tidak! Belajar kan tidak seharusnya dipersempit hanya ketika di kampus saja. Kreatifitas dan mental baja untuk menjadi manusia mutlak juga dipelajari. Untuk hal ini entah berapa banyak SKS yang mesti dialokasikan

Dikabarkan dari gedung rektorat bahwa telah terjadi diskusi yang cukup serius antara seorang karyawan bagian akademis dengan Bapak Rektor. Permasalahannya? banyaknya mahasiswa protes dengan kebijakan menaikkan jumlah beban SKS.

###

“Pak, kita mendapat berbagai pengaduan yang macam-macam..” seorang staf tanpa memperkenalkan diri langsung berkata pada Pak Rektor dan duduk di depannya.

“Oh ya? soal yang mana itu?” tanya Pak Rektor tenang.

“Soal kebijakan baru itu Pak, yang rencananya kita akan menambah jumlah beban SKS tiap semesternya.” jawabnya.

Pak Rektor diam sejenak, berpikir.

“Sudah saya duga masalah tersebut pasti akan berbuntut panjang. Saya saja belum tentu mau kalau dipaksa demikian.” jawab pak Rektor kemudian.

“Lalu bagaimana Pak?” tanya karyawan itu kemudian. “Kita floor-kan atau kita abort?”

“Mau saya sih di-cancel saja. Persoalan tersebut memang sudah di-SK kan tapi masih mungkin dicabut lagi kalau mau.” kata pak Rektor.

“Baiklah kalau begitu secepatnya akan saya cabut Pak Rektor.”

Sambil berkata demikian, karyawan tersebut langsung berdiri.

“Tunggu dulu.. Bapak sudah menghubungi ketua yayasan..?”

“Belum Pak. Memangnya perlu? bukannya ini urusan intern?”

“Lha iya, saya tadinya juga berpikir begitu. Kalau saya yang perintahkan ngeluarkan SK sih ok..ok.. saja, tapi Itu perintah dari atas lho.. saya juga nggak bisa apa-apa..”

Karyawan tersebut duduk kembali.

“Duh.. sepertinya makin lemot saja nanti mahasiswa kita Pak..” sahutnya dengan sedih. [ ]

0 komentar:

 
taufik personal insight Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template