Terlepas dari kesemuanya itu, pak Rektor punya cerita lain.
Sehabis ujian biasanya ada rapat rutin pak Rektor beserta dekan-dekan, dosen-dosen, dan para karyawan kampus. Rapat semacam itu biasanya digunakan untuk evaluasi kemampuan mahasiswa, apakah masih bawah treshold memalukan atau sudah lebih cerdas dari dosennya, dan biasanya yang semacam ini harus dicatat untuk diajukan beasiswa sehingga citra kampus terangkat. Namun sayang, agaknya kali ini hasil menunjukkan statement yang pertama. Setelah pembukaan yang mengesankan, akhirnya pak Rektor berkata.
“Bapak-bapak, Ibu-ibu silakan melaporkan hasil UTS mahasiswa kemarin,” begitu kata Pak Rektor
“Pak Rektor..” kata salah seorang dekan fakultas.
“Ya, silakan”
“Dari jurusan pertanian mengecewakan Pak, kami rasa hanya lima dari seratus orang yang kami nyatakan pantas ikut UAS,” sahutnya.
“Kenapa begitu?” tanya Pak Rektor.
“Semua payah, padahal grade soal sudah kami turunkan ini pun ikut UAS atau tidak tetap E, lucunya alasan mereka aneh, kuliah atau tidak tetap memungkinkan untuk cari duit.. begitu katanya..”
“Yang lain?” pinta pak Rektor tenang.
“Biologi kacau Pak..” seorang dosen berkata.
“Ya?”
“Sudah sejak semester lalu saya berniat tidak luluskan mereka semua,” lanjutnya.
“Kenapa itu?”
“Dari awal saja mereka memang sudah tidak niat, saya jadi bingung! karena yang ada di pikiran mereka cuma masalah ekonomi saja.. cari duit saja”
“Mm.. begitu ya, ada lagi?”
“Matematika memalukan sekali Pak, sepertinya ada yang salah dengan otak mereka itu..” seorang dosen muda setengah botak ganti bercakap.
“Memang apa masalahnya?” tanya pak rektor.
“Entah, dari sekian banyak mahasiswa ternyata cuma sedikit yang memang berminat dengan bidang ini.. yang lain malah sudah punya rencana setelah lulus mau buka warung, bagaimana ini..?”
“Bahasa Inggris Hancur Pak,” tiba-tiba seorang dosen berteriak.
“Elektro Lebur Pak,” dosen yang lain ikut-ikutan panas.
“Fisika apa lagi.. Pak Luluh lantak!!!” seorang dosen berdiri, lalu berteriak sambil menggebrak meja.
“Kimia…” kata…
“Oh begitu.. ya2 terima kasih..” tapi tidak jadi, buru-buru dipotong oleh pak Rektor.
“Ho..ho..ho.. tidak masalah, Bapak-bapak.. kan UTS ini tidak ada hubungannya dengan kehidupan, toh ikut UTS dan tidak tetap bisa hidup kan? Kita juga harus maklum Pak, mereka masih harus melalui ujian yang sebenarnya setelah ini, kan begitu?”
Semua terdiam..
0 komentar:
Posting Komentar