Kamis, November 21, 2013

Quo Vadis Pendidikan Tinggi Indonesia

Mungkin kita memang selalu saja menjadi bangsa yang tertinggal. Penguasaan aplikasi teknologi yang tertinggal, perkembangan sistem edukasi yang tertinggal, kemandirian dalam bidang strategis yang tak kunjung dicapai dan lain sebagainya. Namun meskipun demikian, itu semua masih bisa ditolerir. Fokus permasalahan bangsa ini memang masih berkutat pada seputar isu pembenahan birokrasi yang korup dan kacau-balau. Ini adalah sebuah langkah yang benar sebagai agenda nasional. Akan tetapi, setidaknya perguruan tinggi jangan sampai tertinggal dalam mengikuti isu-isu global dunia. Ia harus independen dari semua masalah dan harus tampil terdepan untuk memberikan solusi bagi permasalahan sebuah bangsa. Sebuah ironi sedang terjadi di negeri ini, bagaimana kalau perguruan tinggi saja sudah ketinggalan? Kepada siapa lagi kita harus berharap bangsa ini bangkit di masa depan? Bukankah perguruan tinggi juga berperan sebagai penggerak kemajuan bangsa?

Sebagai contoh yang kentara, beberapa institusi pendidikan tinggi luar negeri sudah mem-fokuskan diri pada hal-hal yang merupakan isu-isu global yang dominan dalam bidang pangan, energi, teknologi tepat guna, lingkungan hayati dan lain sebagainya. Mereka berlomba-lomba mempersiapkan riset-riset strategis untuk menghadapi permasalahan yang akan dihadapi dunia nantinya. Sebuah pertanyaan, mengapa institusi pendidikan tinggi kita tidak melakukan hal yang sama?

Nytanya, orang-orang kita masih saja disibukkan dengan tetek bengek struktur organisasi, berbagai juklak dibuat untuk mengakali visitasi akreditasi, bagian marketing perguruan tinggi masih sibuk dengan memberikan tawaran link and match lulusan perguruan tinggi kepada masyarakat. Sungguh, hal ini menjadi tidak berguna manakala perguruan tinggi ternyata tidak bisa menunjukkan jalan untuk maju ke depan. Masyarakt kita masih saja sibuk dengan dialektika yang berkisar pada kuliah-bekerja-mapan. Berbagai isu dangkal tentang sulitnya masuk perguruan tinggi negeri, sulitnya menembus perguruan tinggi tanpa uang muka tertentu. Sulitnya lulusan perguruan tinggi mendapat pekerjaan. Lebih lanjut, setelah ia masuk ke dalam lingkungan perguruan tinggi tertentu, seorang manusia malah diancam dengan berbagai kurikulum dan silabus yang terkesan hambar maka perlahan-lahan terjadilah hilangnya kemampuan berpikir logis, lalu ia menjadi robot-robot. Selepas pendidikan tinggi manusia hanya menjadi robot-robot yang mudah untuk mengikuti keadaan, di intimidasi dengan berbagai ke khawatiran yang tidak beralasan.

Cukup sudah! sampai kapan dunia perguruan tinggi kita bisa maju dengan cara seperti ini? Hentikan paradigma perguruan tinggi yang keliru, memberikan kebanggaan semu pada setiap lulusan-nya. Kebanggaan yang tidak berarti manakala tidak dapat memberikan solusi.

Majulah Kampus Indonesia!

Bandung, 21 November 2013

0 komentar:

 
taufik personal insight Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template